Seperti embun di pagi hari, memiliki kekuatan untuk menyegarkan pikiran dan menyentuh hati dalam waktu yang singkat. Namun, seperti embun yang menguap perlahan, dampak dari sebuah pentigraf bisa menyebar jauh, melampaui batas-batas waktu. Melalui PENTIGRAF (Cerpen Tiga Paragraf) yang tertuang dalam buku ini, Sri Sugiastuti telah menorehkan jejak yang halus namun menggetarkan, menghadirkan kisahkisah yang membaurkan keindahan, kegetiran, cinta, misteri, serta kebudayaan dalam bingkai kehidupan sehari-hari.
Pentigraf, meski seringkali terabaikan dalam bayang-bayang novel panjang, justru memiliki keistimewaan tersendiri. Ibarat kilatan petir di langit malam, singkat namun memukau, ia dapat menyampaikan pesan mendalam dengan gaya yang sederhana. Setiap kalimat dalam pentigraf bagaikan iv benang halus yang merajut makna tanpa perlu memaksakan panjang lebar. Pentigraf menyuguhkan dunia mini, namun penuh dengan kekayaan emosi dan refleksi yang menggugah. Sri Sugiastuti, melalui karyanya yang beragam ini, mengajak pembaca untuk berjalan-jalan dalam berbagai realita, mengintip kehidupan dari berbagai sudut pandang, dan mengalami transformasi dalam jiwa.
Cerita-pentigraf sosial yang ditulisnya adalah cermin dari denyut kehidupan masyarakat kita, di mana persoalan kebudayaan, kesetaraan, hingga interaksi antarmanusia dipotret dengan tajam. Di sisi lain, kisah cinta dan rumah tangga yang ia torehkan membawa pembaca untuk merenung tentang keindahan maupun keretakan yang mungkin terjadi dalam hubungan intim manusia. Seperti taman yang penuh dengan bunga-bunga beragam warna, buku ini juga memikat melalui kisah-kisah yang menggelitik rasa penasaran.
Sri Sugiastuti
menyajikan kisah dengan begitu memikat, tidak hanya
sebagai permainan pikiran, tetapi sebagai refleksi dari
naluri dasar manusia yang selalu haus akan jawaban.
Ketegangan yang ia hadirkan mampu membuat pembaca terjebak dalam teka-teki yang kompleks, namun tetap
disertai dengan perasaan penasaran untuk mengetahui
akhir dari setiap cerita.